- Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut sepuluh pembangunan infrastruktur transportasi di Jakarta tidak memiliki kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL lalu-lintas. Hal itu ia sampaikan usai melakukan rapat koordinasi bersama Dinas Perhubungan Dishub dan Polantas di Balai Kota, Jakarta Pusat."Kita tahu ada kemacetan yang luar biasa di sekitar lokasi-lokasi pembangunan infrastruktur. Dalam pertemuan tadi terkemuka bahwa ada 10 titik pembangunan infrastruktur dan ternyata di 10 titik itu tidak pernah dilakukan Amdal Lalin," ujarnya Rabu 1/11/2017.Menurut Anies, tidak adanya perencanaan yang baik dalam pembangunan infrastruktur membuat berbagai masalah muncul, mulai keterlambatan proyek sampai pemborosan anggaran dan kemacetan sangat jelas bahwa setiap Izin Mendirikan Bangunan IMB harus mendapatkan rekomendasi yang didasarkan pada kelayakan Amdal."Amdal Lalin-nya tidak ada lalu kemudian IMB belum keluar proyeknya sudah berjalan. Tata ini yang tidak bisa dibiarkan terus menerus, karena itu salah satu keputusan dalam rapat tadi adalah semua dipanggil, semua dimintai Amdal Lalin dan yang akan datang, proyek baru harus mengikuti prosedur ini," itu lah, ia mengungkapkan telah menugaskan Sekretaris Daerah Sekda Saefullah untuk memanggil para kontraktor proyek dan memerintahkan penyelesaian Amdal. Sebab, kata dia, sepuluh proyek tersebut telah menyebabkan kemacetan ekstrim di beberapa ruas jalan mencontohkan pembangunan jalan layang flyover dan lintasan LRT Cawang-Pancoran menyebabkan perjalanan yang mulanya dapat ditempuh 20 menit molor hingga satu jam di waktu-waktu sibuk."Nanti Amdal-nya dilaporkan kepada Dishub dan Kepolisian. Sehingga jalan-jalan yang terkena proyek bisa diberikan alternatif yang tepat sehingga tidak menimbulkan masalah," ujar Direktur Lalu lintas Polda Metro Jaya Halim Pangaraian mengatakan akan segera memeriksa 10 proyek yang tak memiliki Amdal berdasarkan rapat tersebut. Jika terbukti tak memiliki Amdal, maka selama ini otomatis terjadi pembiaran pelanggaran."Akan evaluasi kami cek, ini kenyataan yang mengemuka dalam pertemuan, kami akan periksa semuanya lagi. Kami sekali lagi tegaskan tata kelola itu harus ditegakkan dulu karena ini bagian dari akuntabilitas," ungkapnya di Balai kata dia, perencanaan pembangunan tak boleh mengabaikan prosedur yang telah ditetapkan. Sebab, hal tersebut akan berdampak pada terganggunya kepentingan publik di Jakarta."Kalau tata kelola dijalankan dengan benar, maka kepentintan umum bisa terjaga, kalau tata kelola tidak jalan dengan benar maka konsekuensinya akan lebih berat," 10 Titik Pembangunan Infrastruktur Lalin berdasarkan data Dinas Perhubungan1. Pemb. FO Pancoran2. Pemb. FO Cipinang Lontar3. Pemb. FO Bintaro4. Pemb. UP Mampang Kuningan5. Pemb. UP Kartini6. Pemb. UP Matraman7. Pemb. LRT Cawang - Dukuh Atas8. Pemb. 6 ruas tol dalam kota koridor sunter-pulo gebang9. Pemb. Tol Depok - Antasari10. Pemb. Tol Becakayu - Hukum Reporter Hendra FrianaPenulis Hendra FrianaEditor Alexander HaryantoAMDALadalah proses di dalam suatu studi ilmu formal yang diadakan untuk memperkirakan beberapa dampak dari sebuah kegiatan atau pembangunan terhadap lingkungan. Karena setiap proyek tentu memiliki dampak terhadap lingkungan di sekitarnya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK akan merevisi aturan menyangkut analisis mengenai dampak lingkungan amdal karena dinilai masih banyak kelemahan. Demikian disampaikan Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, baru-baru ini. Kementerian, katanya, sudah berdiskusi dengan para penasehat dan menilai, aturan amdal memang harus dicek lagi secara keseluruhan dari berbagai dimensi, baik regulasi, dan tata laksana. “Beberapa tantangan seperti kualitas dokumen dan peran pemrakarsa penyusun, soal sertifikat, konsultan, dan pengawasan KLHK sendiri. Juga lembaga pelatihan dan kompetensi, penilai, Komisi Amdal, kualitas kelembagaan, termasuk pengaturan SK-nya,” katanya. Perbaikan aturan amdal itu penting karena kebijakan pembangunan sekarang meminta investasi harus cepat masuk hingga tak menghambat perizinan. Dengan begitu, aturan amdal harus kuat. “Bukan tidak mungkin ya dengan ada fasilitasi perizinan cepat ini terjadi juga penyalahgunaan. Karena itu, bagian-bagian yang harus dijaga dan diawasi jadi perhatian. Kementerian sudah rencanakan bahas dalam-dalam tentang amdal ini untuk memperkuat pemikiran dari kementerian dalam evaluasi amdal.” Dia contohkan, dari sisi penegakan hukum. “Jangan-jangan sudah harus mulai dilihat pengambil kebijakannya gimana? Itu belum pernah kita evaluasi, terutama mekanisme kontrol, loopholes celah-red yang jadi sumber korupsilah, jadi proses keseluruhan kita perkuat. Peraturannya diubah? Iya dong, kan kalo nanti sudah dievaluasi, revisi ke peraturan,” katanya. Merevisi aturan amdal, kata Siti, seharusnya tak terlalu sulit. Apalagi, katanya, bidang pengawasan sudah jadi bagian yang harus ditingkatkan. “Ada skala-skalanya. Ada amdal nasional, amdal provinsi, dan amdal kabupaten. Kemungkinan penyimpangan kan tahu sendiri, banyak persoalan kabupaten, tidak terkontrol.” Dia khawatir, upaya percepatan dan perbaikan perizinan dengan percepatan proses perizinan amdal itu jadi alasan mempercepat dengan gampang. “Barangkali jadi ruang juga untuk bertransaksi cepat. Jadi bagian-bagian itu yang harus kita kontrol. Saya kira itu.” Dalam pembahasan revisi aturan amdal, katanya, akan melibatkan berbagai pihak. Kata Siti, makin banyak yang merespon dan memberi masukan lebih bagus. “Ini kan dimensi publik kuat. Semua sistem yang sedang kita rintis harus sudah established mapan-red sebelum periode ini berakhir. Sekarang harus mikir-mikir gimana supaya semua established.” Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya PSLB3 KLHK mengatakan, amdal sangat perlu, dengan model tak seperti sekarang. “UU Lingkungan No 32 punya komitmen dari perencanaan, pemanfaatan, kemudian pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Jadi amdal itu sebetulnya adalah di pengendalian,” katanya. Untuk perencanaan itu, sebenarnya ada sebutan inventarisasi, rencana pengelolaan lingkungan hidup, juga Kajian Lingkungan Hidup Strategis. “Sebenarnya, [kalau] instrumen perencanaan itu sudah berjalan. Sudah ada instrumen semua. Amdal akan jauh lebih ringan. Tak lama, karena seperti daya hukum, daya tampung, masalah peruntukan, ada di proses perencanaan,” katanya. Sumber mata air dari Pegunungan Kendeng, jadi sumber hidup warga dan tanaman pertanian masyarakat sekitar. Apakah penerbitan amdal bermasalah tak jadi kekhawatiran pemerintah yang bisa mengancam hidup rakyat ke depan? Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia Ada hukum semu Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Institut Pertanian Bogor IPB mengatakan, di Indonesia, setiap tahun tak kurang studi lingkungan di 539 daerah, baik provinsi, maupun kabupaten/kota, belum di pusat. Potensi uang suap perizinan per tahun di Indonesia sekitar Rp51 triliun, termasuk proses penilaian dan pengesahan amdal. “Dokumen amdal dapat tersusun tanpa harus disusun oleh ahlinya. Jadi, penyusun amdal, misal, tetapi tiba-tiba bisa menjadi penilai amdal. Ada dokumen amdal dan perizinan secara administrasi sah, tetapi sesungguhnya semua dokumen administrasi itu palsu. “Sisi lain, tingginya kecepatan pembangunan yang terkait hak-hak atas tanah, izin-izin pelepasan kawasan hutan atau penggunaan kawasan- lindung yang dilarang, mudah terjadi pelanggaran,” katanya. Kondisi itu terjadi, kata Hariadi, karena ada semacam pseudo-legal, atau hukum semu dalam proses amdal. Disebut pseudo-legal, karena bentuk institusi itu semacam hybrid antara legal dan ekstra-legal. Dia bilang, terjadi dualisme, pertama, urusan formal sebagai bentuk pelaksanaan tugas negara. Dengan segala bentuk simbol-simbol pemerintahan resmi, katanya, seperti kop surat, ruang rapat, honorarium dari APBN/APBD, dan lain-lain. Kedua, urusan pelayanan dan hubungan dengan masyarakat yang dilipat jadi urusan personal antara pejabat, konsultan dan pengusaha. “Relasi dibentuk oleh institusi pseudo-legal memecah pelaksanaan pemerintahan jadi dua urusan yang menjadi satu kesatuan,” katanya. Kondisi ini, berdasarkan pada pengalaman dia saat terlibat dalam Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam GNPSDA yang digawangi Komisi Pemberantasan Korupsi. Dualisme inilah, titik mula muncul tindakan korupsi. Jadi, medium penguasaan sumber daya alam, dapat diperoleh dengan keistimewaan, tanpa melalui prosedur seharusnya. Dalam sosialisasi, misal, terdapat kooptasi dari pimpinan atau klien, kompromi-kompromi berjalan seiring tugas-tugas dan perintah-perintah, serta perlahan-lahan. “Akar masalahnya informasi tertutup dan dipertahankan agar tetap berstatus rahasia umum. Dijaga dan dipelihara agar medium penguasaan sumber daya alam dapat terus dimanipulasi,” katanya. Hariadi menyebut, sebagai “gambar besar” tujuan kebijakan lingkungan hidup, kesejahteraan maupun keadilan sosial sudah digembosi dari dalam sejak awal. Hal-hal yang biasa terjadi, katanya, seperti manipulasi peta, pemerasan dengan atau tanpa mengatas-namakan atasan, tawaran tambahan atau pengurangan luas izin sebagai alat negosiasi. Ada juga biaya pengesahan dokumen amdal dan izin lingkungan, memperlambat proses dengan pasal-pasal karet, menyimpangkan proses, misal tak melalui BKPM/D atau melalui unit kerja satu-pintu tetapi ongkos sama saja. Ada pula konsultan sebagai arena transaksi yang sudah ditunjuk oleh pejabat tertentu. “Persoalannya bukan semata-mata harus dibebankan kepada perorangan ataupun kelompok, juga ada persoalan sistem perizinan dan regulasi lemah, sebagai penyebab,” ujar dia. Meski begitu, katanya, sebaik-baik regulasi, senantiasa ada celah korupsi apabila terdapat situasi eksklusif dalam sistem perizinan itu sendiri. “Pengalaman GNPSDA-KPK menunjukkan, apabila tak ada penindakan, agenda-agenda pencegahan tak berjalan baik, kecuali kepemimpinan kuat.” Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, soal amdal, memang bermasalah. Amdal, katanya, hanya persyaratan administratif untuk proses perizinan. Padahal, fungsi amdal untuk menentukan kelaikan atau boleh tidak suatu proyek atau kegiatan berjalan. “Ketika suatu kegiatan dikatakan bisa atau layak secara lingkungan, amdal berfungsi sebagai alat pengendali bagi pemerintah untuk menilai ketaatan pemrakarsa dalam menjalankan kegiatan.” Problemnya, kata Yaya, panggilan akrabnya, selain soal amdal, juga kapasitas pemerintah mulai pusat, provinsi maupun daerah, dalam pemantauan tak sebanding dengan izin yang dikeluarkan. Dengan begitu, laporan reguler rencana kelola dan rencana pemantauan lingkungan RKL/RPL sangat tergantung pada inisiatif pemrakarsa untuk melaporkan. Mengenai ucapan menteri akan libatkan masyarakat sipil dalam revisi aturan amdal, katanya, mereka siap. Hal terpenting dan utama kini, katanya, pemerintah tegakkan hukum karena kondisi lingkungan sudah parah. Keterangan foto utama Warga tolak tambang dan pabrik PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, karena mengancam kehidupan mereka, salah satu sumber air. Amdal penyusun ditemukan bermasalah, seperti tak memasukkan data goa, dan sumber mata air dengan benar. Wargapun menang gugatan dan Mahkamah Agung memutuskan pemerintah cabut izin lingkungan PT Semen Indonesia. Walaupun, putusan MA ini seakan tak bergigi karena Pemerintah Jateng, keluarkan izin lingkungan baru, dengan amdal lama. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia Artikel yang diterbitkan oleh emisi karbon, featured, Hutan Hujan, hutan indonesia, hutan lindung, jakarta, jawa, kelapa sawit, kerusakan lingkungan, Konflik Sosial, pencemaran, Pertambangan, Perubahan Iklim, pulp and paper, sumber daya air
JAKARTA, — Inti permasalahan pembangunan ekonomisi nasional terletak pada tingginya disparitas kesenjangan antarwilayah. Hal ini terlihat dari segi kegiatan ekonomi, pembangunan infrastruktur, sampai tingkat kemiskinan yang begitu disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Selasa 28/9/2010, saat Seminar Akademik Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2010 di Hotel Nikko, Jakarta. "Kalau lihat lebih detail, pada tingkat regional provinsi, kabupaten, dan kota ada disparitas. Di satu sisi, banyak daerah yang mencapai peningkatan ekonomi signifikan, tetapi di lain pihak banyak daerah yang masih jauh, dipasritas sangat tinggi," disparitas tersebut terjadi karena aktivitas ekonomi yang juga timpang. Di kota yang menjadi pusat bisnis, segala sarana dan prasarana tergarap dengan baik. Akan tetapi, di daerah yang bukan pusat bisnis, sarana dan prasarana tidak tergarap. "Hal ini kemudian yang membuat aktivitas ekonomi jadi rendah di banyak daerah. Aktivitas ekonomis rendah, tingkat kemiskinan pun menjadi tinggi," ujar karena itu, Armida menilai kuncinya ada pada pemerintah yang berwenang besar dalam hal distribusi dan alokasi yang lebih adil. "Pemerintah harus berpihak di sini, nah makanya ini yang penting untuk diterapkan, yakni konektivitas domestik, sehingga kita bisa mencapai pembangunan yang impulsif dan berkeadilan," ujarnya."Apalagi, Indonesia tengah mencapai MDGs untuk mengatasi kemiskinan di segala aspek, daerah atau domestik harus digerakkan agar tercipta pembangunan ekonomi yang merata atau terintegasi. Semua stakeholder harus mengembangkan konsep konektivitas ini," ungkap Armida. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Peraturan Lingkungan Hidup yang terbaru dan telah di-release pada tahun 2012, perlu dipahami oleh para pelaksana kunci dan pelaksana operasi di seluruh kegiatan bisnis. Kegiatan pembangunan bisa dilaksanakan jika memenuhi 3 pra-syarat pre-requisite Layak Teknis, Layak Ekonomis, dan Layak Lingkungan. Banyak perusahaan tidak/ kurang berhasil dalam membangun proyek karena gagal menjaga kualitas lingkungan walaupun sudah memiliki peraturan yang memadai karena lemahnya pelaksanaan. Baru menyadari ketika masalah lingkungan sudah terjadi didalam tahapan kegiatan perusahaannya. Kursus ini disusun dengan harapan dapat menjadi semacam “short-cut” untuk memahami persyaratan aspek lingkungan bagi para pengambil keputusan, perancang pembangunan pada level bisnis/perusahaan yang karena keterbatasan kesempatan/waktu belum mengikuti pelatihan tentang AMDAL atau bagi yang merasa minim dengan pengetahuan praktis tentang merancang/menangani kegiatan usaha yang berlandaskan peraturan lingkungan hidup di Indonesia. TUJUAN TRAINING Peserta memperoleh wawasan dan pemahaman tentang kebijakan pembangunan dan pandangan lingkungan hidup. Peserta mengetahui dan memahami tentang proses dan metoda proses penyusunan dokumen AMDAL. Peserta mengetahui dan memahami tentang proses dan metode penilaian dokumen Amdal. Peserta mengetahui dan memahami keterkaitan aspek lingkungan hidup, aspek keselamatan dan kesehatan kerja pada operasi/usaha. MANFAAT TRAINING Berinteraksi dengan staf Lingkungan Hidup pada Internal Perusahaan Berkomunikasi langsung dengan konsultan lingkungan hidup dalam mempersiapkan/merevisi dokumen AMDAL yang harus dilakuakan sebagai kegiatan bisnis Mensikapi problema lingkungan hidup yang berpotensi terjadi akibat operasi perusahaan dengan kalangan stakeholder MATERI TRAINING Overview industri vs dampak lingkungan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan LingkunganEkologi Hukum Lingkungan Hidup yang berlaku di Indonesia Pengertian, proses dan manfaat Amdal Prosedur pelaksanaan Amdal Deskripsi proyek cara pengumpulan informasi, dll Skoping pelingkupan Pembentukan Tim Amdal dan pengelolaan Tim Penyusunan Kontrak Kerjasama dan Kerangka Acuan Term of Reference Pengambilan keputusan, Dokumen KA Kerangka Acuan Dokumen Andal Analisa Dampak Lingkungan Dokumen RKL Rencana Pengelolaan Lingkungan Dokumen RPL Rencana Pemantauan Lingkungan Partisipasi masyarakat Baku Mutu Lingkungan Izin Lingkungan Analisis Resiko Lingkungan Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan keterkaitannya dengan Amdal Studi Kasus `lesson-learn’ dari kegiatan/perusahaan yang mempunyai problema lingkungan hidup. 248 153 283 292 397 48 477 323