Ahlussunnahwaljamaah adalah salah satu aliran teologi ( aqidah ) dalam Islam. Paham ini muncul karna banyak paham - paham yang menyimpang dari ajaran Rasululloh saw setelah beliou wafat. Namun dari paham yang menyimpang itu mayoritas umat islam ketika itu masih banyak yang berpegang teguh kepada apa-aapa yang dikerjakan dan diyakini oleh 12/01/2018 Tokoh Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang kedua adalah Imam al-Maturidi. Nama beliau adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Beliau lahir di daerah Maturid, dan wafat di Samarkand pada tahun 333 H/944 M. Beliau adalah seorang yang menganut madzhab Imam Abu Hanifah. Maka wajar, jika kebanyakan ajaran yang beliau usung Ahad 1 Juli 2007 1148 WIB. Di dalam mempelajari Ilmu Tauhid atau aqidah, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah Aswaja menggunakan dalil nadli dan aqli. Dalil naqli ialah dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan dalil Aqli ialah dalil yang berdasarkan akan pikiran yang sehat. Sebagaimana dikemukakan bahwa madzhab Mu’ Dalam kajian akidah /ilmu kalam istilah Ahlussunnah wal Jama’ah dinisbatkan pada paham yag diusung oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi, yang menentang paham Khawarij dan Jabariyah yang cenderung tekstual dan paham Qadariyah dan Mu’tazilah yang cenderung liberal.17/03/2017 Paham Ahlussunnah Waljamaah dalam bidang akidah menganut ajaran tauhid …. a. Imam Al Ghozali d. Imam Hanafi b. Imam Al Asy’ari e. … Islam penganut paham Ahlussunnah Waljamaah adalah Islam yang mengamalkan ajaran Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, serta mengikuti akhlak dari ulama ..18/07/2019 Pertama, Akidah Ahlussunnah Waljamaah . Adapun dalam bidang akidah , yang memenuhi kriteria Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan yang dikenal dengan nama Asy’ariyah pengikut Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Maturidiyah pengikut Imam Abu Manshur al-Maturidi. Merekalah golongan mayoritas ulama dari masa ke Dalam paham Ahlussunnah Wal Jamaah, baik bidang hukum syariah bidang akidah , maupun bidang akhlak, selalu dikedepankan prinsip tengah-tengah. Juga di bidang kemasyarakatan selalu menempatkan diri pada prinsip hidup menjunjung tinggi keharusan berlaku adil, lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, sehingga ia menjadi panutan dan PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karena zaman semakin akhir, maka gejala-gejala pendangkalan nilai dan norma agama terutama dalam aspek Aqidah makin tampak, ditambah lagi kecanggihan media baik elektronik maupun mess media. Oleh karena itu tiada alternatif lain bagi kita generasi Muda NU untuk memperdalam ilmu dibidang Contoh wasathiyyah dalam arti waqi’iyyah ini adalah pemberlakuan hukum azîmah dalam kondisi normal dan hukum rukhshah dalam kondisi dharurat atau hajat. Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam semua aspek ajarannya, yaitu akidah , syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam manhaj .Dalam bidang akidah , NU mengikuti paham Ahlussunnah wal Jamaah yang dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi. 2. Dalam bidang fiqih, NU mengikuti jalan pendekatan madzhab salah satu dari madzhab Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin …
Nah air dari dalam sumur inilah yang dinamakan ilmu aliran Islam Ahlussunnah wal jama'ah. Inti ajaran Islam itu ada 3 bidang yaitu Akidah, Fiqih dan Tasawuf. Bidang teologi (Akidah) mengikuti Imam Asyari dan Imam Maturidi, Bidang Fiqih (hukum syariat) mengikuti imam Hanafi, imam maliki, imam syafi'i dan imam hambali.
Sebagaimana penjelasan yang telah lalu, bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah merupakan Islam murni yang langsung dari Rasulullah kemudian diteruskan oleh para sahabatnya. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang menjadi pendiri ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Yang ada hanyalah ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam tersebut setelah lahirnya beberapa faham dan aliran keagamaan yang berusaha mengaburkan ajaran Rasulullah dan para sahabatnya yang murni itu. Dalam hal ini, ulama yang merumuskan gerakan kembali kepada Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah Imam al-Asy’ari dam Imam al-Maturidi. Mengutip dari Imam Thasy Kubri Zadah 901-968 H/1491-1560 M, Dr. Fathullah Khulayf dalam pengantar Kitab al-Tauhid karangan Imam al-Maturidi mengatakan, “Bahwa pelopor gerakan Ahlussunnah Wal-Jama’ah , khususnya dalam ilmu Kalam adalah dua orang. Satu orang bermadzhab al-Hanafi, sedang yang lain dari golongan Madzhab al-Syafi’i. Seorang yang bermadzhab al-Hanafi itu adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Sedangkan dari golongan Madzhab al-Syafi’I adalah Syaikh al-Sunnah, pemimin masyarakat, imam para mutakallimin, pembela sunnah Nabi dan Agama Islam, pejuang dalam menjaga kemurnian akidah kaum muslimin, yakni Abu al-Hasan al-Asy’ari al-Bashri.” Kitab al-Tauhid, hal 7 Nama lengkap Imam al-Asy’ari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari. Lahir di Bashrah pada tahun 260 H/874 M dan wafat pada tahun 324 H/936 M. Beliau adalah salah satu keturunan sahabat Nabi yang bernama Abu Musa al-Asy’ari. Setelah ayahnya meninggal dunia ibu beliau menikah lagi dengan salah seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama Abu Ali al-Jubba’I w. 304 H/916 M. Awalnya Imam al-Asy’ari sangat tekun mempelajari aliran Mu’tazilah. Namun setelah beliau mendalami ajaran Mu’tazilah, terungkaplah bahwa ada banyak celah dan kelemahan yang terdapat dalam aliran tersebut. Karena itu, beliau meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan kembali kepada ajaran Islam yang murni, sesuai dengan tuntutan Rasul dan teladan para sahabatnya. Pengikut beliau berasal dari berbagai kalangan. Para muhadditsin ahli hadits, fuqaha’ ahli fiqh, serta para ulama dari berbagai disiplin ilmu ikut mendukung serta menjadi pengikut Imam al-Asy’ari. Di antara para ulama yang mengikuti ajaran beliau dalam bidang akidah adalah al-Hafizh al-Baihaqi 384-458 H/994-1066 M pengarang al-Sunan al-Kubra dan lain-lain, al-Hafizh Abu Nu’aim 338-430 H/948-1038 Mpengarang Hilyah al-Auliya’, al –Hafizh al-Khatib al-Baghdadi 392-462 H/1002-1072 M pengarang Tarikh Baghdad, al-Hafizh al-Khaththabi 319-388 h/932-998 M pengarang Ma’alim al Sunan, al-Hafizh Ibnu al-Sam’ani 506-562 H/1112-1167 M, al-Hafizh Ibnu Asakir al Dimasqy dan Tabyin Kidzb al-Muftari, Imam al-Nawawi 631-676 H/1234-1277 M pengarang Riyadh al-Shalihin, al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani 793-852H/1391-1448 M penulis kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari serta kitab Bulugh al-Maram, Imam al-Qurthubi H/1237 M pengarang Tafsir al-Qurthubi, Imam Ibn Hajar al-Haitami 909-974 H/1504-1566 M pengarang kitab al-Zawajir, Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari 826-925 H/1423-1520 M pengarang kitab Fath al-Wahhab, serta masih banyak ulama terkenal lainnya. Sedangkan dari kalangan tashawwuf terkenal yang menjadi pengikuti akidah al-Asy’ari adalah Abu al-Qasim Abdul Karim bin Haawazin al-Qusyairi 376-465 H/987-1075 M pengarang al-Risalah al-Qusyairiyyah, dan Hujjatul Islam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali 450-505H/1058-1111M. Al-Hafizh Ibnu Asakir, Tabyin Kidzb al-Muftari, hal 291 Bahkan para habib yang merupakan keturunan Rasulullah sejak dahulu sampai sekarang juga mengikuti akidah Imam al-Asy’ari. Sebagaimana diakui oleh seorang sufi kenamaan yang bergelar lisan al-alawiyyin, yakni penyambng lidah habaib, al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddan 1044-1132 H/1635-1720 M. Uqud al-Almas, hal 89 Imam al-Asy’ari tidak hanya meninggalkan ajaran melalui murid-murid beliau yang sampai kepada kita. Tetapi beliau juga juga meninggalkan sekian banyak karangan. Di antara karangan beliau yang sampai kepada kita adalah kitab al-Luma, fi al-Raddi ala Ahl al-Zayghi wa al-Bida’ Risalah Istihsan al-Khaudh fi’Ilm al-Kalam dan lain-lain. Baca juga Hujjah Aswaja Perjamuan Makanan dalam Acara Tahlilan Tokoh Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang kedua adalah Imam al-Maturidi. Nama beliau adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Beliau lahir di daerah Maturid, dan wafat di Samarkand pada tahun 333 H/944 M. Beliau adalah seorang yang menganut madzhab Imam Abu Hanifah. Maka wajar, jika kebanyakan ajaran yang beliau usung masih merupakan bagian dari madzhab Abu Hanifah, terutama dalam bidang akidah. Karena itu banyak pakar menyimpulkan bahwa yang menjadi landasan pijakan Imam al-Maturidi adalah pendapat-pendapat Abu Hanifah dalam bidang akidah. Muhammad Ab Zahrah, Tarikh al-Madzabib al-Islamiyyah, juz I hal 173. Murid-murid beliau yang terkenal ada empat orang, yakni Abu al-Qasim Ishaq bin Muhammad bin Ismail H/951M yang terjenal sebagai Hakim Samarkand. Lalu Imam Abu al-Hasan Ali bin Sa’id al-Rastaghfani. Kemudian Imam Abu Muhammad Abdul Karim bin Musa al-Bazdawi H/1004 M. Dan yang terakhir adalah Imam Abu al-Laits al-Bukhari H/983 M. Di antara tulisan Imam al-Maturidi yang sampai kepada kita adalah kitab al-Tauhid yang di-tahqiq diedit oleh Dr. Fathullah Khulayf dan kitab Ta’wilat Ahlussunnah. Baca juga Hujjah Aswaja Perjamuan Makanan dalam Acara Tahlilan Usaha serta perjuangan dua imam ini dan para muridnya telah berhasil mengokohkan keimanan kita dan membuktikannya secara rasional tentang adanya Tuhan, kenabian, mukjizat, hari akhir, kehujjahan al-Quran, dan as-Sunnah, dan lain-lain dari golongan yang mengingkarinya. Sehingga ulama lain seperti para fuqaha ahli fiqh dan muhadditsin tidak perlu bersusah payah melakukan hal yang sama. Imam al-Ghazali al-Mustashfa, hal 10-12. Sumber KH Muhyiddin Abdusshomad. 2008. Hujjah NU. Surabaya Khalista.

BukuAkidah Ahlussunnah Waljamaah. 622 likes. Akidah Ahlussunnah Waljamaa'ah membahas masalah-masalah tauhid, hakikat-hakikat islam, dasar-dasar keimanan, dan prinsip-prinsip kebaikan.

Zahrotannisa Arina Agama Friday, 22 Oct 2021, 0005 WIB Ada sebuah hadist yang disana Nabi Muhammad telah mengabarkan bahwa hanya ada satu golongan yang masuk surga dari 73 golongan yaitu berbunyi Dari Sahabat ‘Auf bin Mâlik Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ummat Yahudi berpecah-belah menjadi 71 tujuh puluh satu golongan, maka hanya satu golongan yang masuk surga dan 70 tujuh puluh golongan masuk neraka. Ummat Nasrani berpecah-belah menjadi 72 tujuh puluh dua golongan dan 71 tujuh puluh satu golongan masuk neraka dan hanya satu golongan yang masuk surga. Dan demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh akan berpecah-belah ummatku menjadi 73 tujuh puluh tiga golongan, hanya satu golongan masuk surga dan 72 tujuh puluh dua golongan masuk Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, ‘Wahai Rasûlullâh, ‘Siapakah mereka satu golongan yang selamat itu ?’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘al-Jamâ’ Lalu kemudian dari hadist di atas sering muncul pertanyaan, Siapa sebenarnya golongan yang disebut selamat dan dijamin masuk surga itu? Siapa yang disebut “Al-Jama’ah” dari hadist diatas? Dan hasilnya Mayoritas ulama berpandangan bahwa mereka yang masuk surga adalah golongan Ahlussunnah wal Jama’ah karena juga sebagian ulama ada yang menyebut “al-Jama’ Sebagai “Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah”. Pastinya masyarakat Indonesia secara umum sudah tidak asing lagi dengan istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau Sunni. Bahkan di lingkungan umat muslim yang ada di dunia pun istilah ini lebih dikenal sebagai I’tikad yang diakui dianut oleh umat muslim. Namun sebelum kita membahas mengenai seperti apa sebenarnya faham ahlu Sunnah Wal Jamaah ini, ada baiknya untuk kita memahami sedikit pengertian dan sejarah dari Ahlu Sunnah Wal Jamaah ini. Istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah banyak ditafsirkan secara sederhana oleh masyarakat Indonesia sebagai pengikut Ajaran Sunnah Nabi Muhammad SAW. Lengkapnya Ahlussunnah berarti orang-orang yang mengikuti sunnah perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan al Jama’ah adalah sekelompok orang yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab mempunyai arti sekumpulan orang yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Sebenarnya jika ditinjau dari segi sejarah istilah Ahlu Sunnah Wal jamaah ini sudah ada sejak Zaman Nabi Muhamma SAW, namun pada saat itu nama itu belum dipatenkan atau diformalkan secara luas. Dilihat dari telaah sejarah yang lain, istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah ini muncul sebagai akibat dari reaksi hadirnya faham kelompok Mu’tazilah dan banyaknya penyimpangan dari firqah-firqah yang ada. Dalam menghadapi kedua faham yang sama-sama ekstrim tersebut, Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari H dan Imam Abu Manshur al-Maturidi W. 333 H merasa berkewajiban untuk meluruskan kedua kelompok tersebut sehingga sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Mereka berdua memunculkan kembali pola pikir yang mengambil jalan tengah antara kedua faham teologi yang ekstrim tersebut. Dalam segi Akidah Ditegaskan bahwa dalam Ahlus Sunnah Wal Jamaah, pilar utama keimanan manusia adalah Tauhid, keyakinan yang teguh dan murni dalam hati setiap Muslim bahwa Allah-lah yang menciptakan, menopang dan mematikan kehidupan alam semesta. Ini adalah satu, tak terhitung, dan tidak memiliki sekutu. Adapun pilar yang selanjutnya ialah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rosul sebagai utusannya. Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dan yang terakhir yaitu Al-Ma’ad, yang berarti sebuah keyakinan dimana nanti manusia akan dibangkitkan dari alam kubur di hari kiamat dan setiap manusia akan dihitung atau dihisab seluruh amal perbuatnnya di dunia serta menerima imbalan sesuai dengan amal perbuatannya saat di dunia. Konsekuensinya nanti mereka yang banyak beramal baik akan masuk surga dan mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka. Selanjutnya pokok ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah dalam Syariah atau Fiqih menetapkan bahwa terdapat sumber sumber yang bisa dijadikan rujukan bagi pemahaman keagamaannya, yaitu al-Qur’an yang mana menjadi sumber rujukan utama dimana segala masalah kehidupan yang dihadapi manusia akan dikembalikan kepada Al-Qur’an baru kemudain Sunnah Nabi, Ijma’ kesepakatan Ulama, dan yang terakhir Qiyas. Selain itu Ahlus Sunnah Wal JAmaah juga mengikuti salah satu dari empat madzhab berikut yaitu Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Hanbali. Dari atas akhirnya sudah dijelaskan bahwa selama seseorang muslim mampu untuk memegang nilai-nilai ajaran agama islam sesuai dengan Al-Qur’an dan hadist tanpa menyimpang kepada bid’ah dan sebagainya maka Allah akan memudahkan mereka untuk masuk ke surge dengan pertimbangan Amal baik yang dia lakukan selama di dunia. Wallahua’lam. retizen Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Agama Terpopuler Tulisan Terpilih
AlJam'iyatul Washliyah menganut mazhab Asy'ariyah dalam bidang akidah, dan seluruh amal usaha Al Jam'iyatul Washliyah menjadi sarana pelestarian mazhab Ahlussunnah Waljamaah versi mazhab Asy'ariyah. 48 Dr. ja'far . Potret Ideologi dan peran ideal muslimat Al Washliyah di era global . 2. Mazhab Sunni

Illustrasi Ahlussunnah Wal Jamaah. Foto PixabayAhlussunnah Wal Jamaah merupakan pemahaman tentang akidah yang berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Paham ini terus berkelanjutan hingga saat ini dan diikuti oleh sebagian besar umat Muslim di Ibn Hazm dalam kitabnya yang berjudul Al-Fashl Bainal Milal wan Nihal mengatakan, kelompok yang masuk dalam kategori Ahlussunnah Wal Jamaah adalah yang berpijak kepada kebenaran, termasuk didalamnya adalah ahli hadits, fikih, dan lainnya dari masa ke masa. Selain dari golongan mereka berarti merupakan kelompok pelaku bid’ apa sajakah ajaran pokok Ahlussunnah Wal Jamaah?Ajaran Pokok Ahlussunnah Wal JamaahA. Fatih Syuhud menjelaskan dalam buku Ahlussunnah Wal Jamaah, ideologi dan perilaku Ahlussunnah Wal Jamaah dapat terangkum dalam tiga ajaran pokok, yaitu iman, islam, dan ihsan. Berikut jabaran dari ketiga ajaran pokok Ahlussunnah Wal JamaahIman adalah keyakinan hati seorang mukmin terhadap kebenaran ajaran-ajaran Islam. Baik itu meliputi hal-hal tentang ketuhanan, tentang kenabian, dan tentang hal-hal gaib yang telah dijelaskan dalam Alquran dan dapat terwujud dengan melaksanakan hukum dan aturan fikih yang telah ditetapkan oleh Alquran dan Al-Hadits dengan berbagai perangkat pemahamannya. Untuk saat ini, dari sekian banyak madzhab yang berkembang di masa awal Islam, hanya ada 4 madzhab yang sanggup bertahan, yaituMadzhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Sedangkan yang lain sudah tidak ada generasi yang meneruskan, maka madzhabnya tidak terjaga adalah usaha untuk menjaga hati agar dalam berperilaku dan bertingkah laku selalu menuju satu harapan, yakni mengharap ridha Allah SWT sebagai wujud dari ihsan. Hal itu terwujud dengan mengetahui seluk-beluk penyakit hati dan mengobatinya dengan senantiasa bermujahadah dengan amal baik serta selalu bermunajat kepada Allah Ahlussunnah Wal Jamaah di antara Aliran LainIllustrasi Ahlussunnah Wal Jamaah. Foto FreepikMengutip buku Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Nusantara karya Subaidi, munculnya aliran-aliran dalam Islam cenderung disebabkan oleh aspek politik daripada unsur agama. Ini terlihat dari pertentangan ketika pergantian khalifah dari Utsman bin Affan ke Ali bin Abi pertama, Thalhah dan Zubair Mekkah mendapat dukungan dari Aisyah. Tantangan dari Thalhah-Zubair-Aisyah ini dapat dipatahkan oleh Ali dalam perang Siffin di Irak pada tahun 656 M. Dalam pertempuran tersebut, Tholhah dan Zubair mati terbunuh dan Aisyah dikirim kembali ke kedua adalah Muawiyah, Gubernur Damaskus yang tidak mau mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat. Hal ini didasarkan pada pembunuh Utsman bin Affan, yang tidak lain adalah anak angkat Ali bin Abi Thalib. Selain itu, Ali tidak memberi hukuman yang setimpal kepada para pembunuh Muawiyah terhadap kebijakan Ali bin Abi Thalib itu, menyebabkan perang antara keduanya. Dalam perang tersebut, tentara Ali dapat mendesak tentara Muawiyah. Karena merasa terdesak, kemudian Amr bin Ash yang terkenal licik minta berdamai dengan mengangkat ahli Alquran dari pihak Ali mendesak Ali supaya menerima dengan menggunakan tahkim. Dalam perundingan tersebut, pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asy'ari, sedangkan pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin perundingan tersebut, Abu Musa dipersilahkan mengumumkan dengan menurunkan kedua pemuka yang bertentangan Ali dan Muawiyah. Setelah itu, giliran Amr bin Ash mengumumkan. Namun ternyata yang diumumkan berbeda dengan hasil saat perundingan, yakni mengangkat Muawiyah sebagai tersebut jelas merugikan pihak Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang sah. Dengan adanya tahkim ini, kedudukan Muawiyah pun akhirnya naik menjadi khalifah. Melihat proses tahkim ini, sebagian tentara Ali bin Abi Thalib ada yang tidak tentara Ali itu berpendapat bahwa tahkim tidak dapat dilakukan oleh manusia melainkan Allah SWT dengan kembali kepada Alquran. Karenanya mereka menganggap Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah. Mereka inilah dikenal dengan istilah kelompok Khawarij orang-orang yang keluar dan memisahkan diri dari pihak Ali bin Abi Thalib.

KhashaishAhlussunnah wal Jamaah An-Nahdhiyah Islam sebagai agama samawi terakhir memiliki banyak ciri khas ( khashaish) yang membedakannya dari agama lain. Ciri khas Islam yang paling menonjol adalah tawassuth, ta'adul, dan tawazun. Ini adalah beberapa ungkapan yang memiliki arti yang sangat berdekatan atau bahkan sama. Mengenal Ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah Di kehidupan beragama Islam saat ini, ada beberapa kelompok yang menyatakan dirinya sebagai Aswaja. Di antara klaim tersebut, pertanyaannya apakah ia representatif? Tentu Aswaja bukan soal klaim semata, tetapi ia adalah spirit keislaman yang telah diwariskan oleh para ulama. Oleh karena itu, Aswaja selalu merujuk kepada sebuah pemahaman yang merepresentasikan pandangan keislaman dominan. Atau yang biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jam’aah. Sejatinya, pandangan ke-Islaman seperti ini merupakan sebuah warisan panjang dari Islamic world view yang silsilahnya sampai kepada generasi Salaf. Hal ini yang terkadang, Aswaja tidak merasa mengklaim diri sebagai pengikut Salaf, karena pada dirinya sendiri adalah manifestasi pandangan sendiri adalah manifestasi dari titah baginda Nabi Muhammad Saw. yang dalam hadis disebut dengan Sawad al-A’zham. Di antara pandangan Aswaja adalah mengikuti persatuan dan menghindari permusuhan dan keterpecah belahan. Spirit untuk menghindari perpecahan ini pada dasarnya dilandaskan pada perkataan dan perilaku nabi Muhammad Sunnah wal Jamaah adalah hasil panjang dari berbagai persentuhan keilmuan dalam Islam. Ahlu Sunnah wal Jamaah sendiri berpondasi kepada keragaman pandangan. Pondasi keilmuan dalam Islam mencakup kepada tiga aspek, yaitu persoalan Iman teologis, Islam berfikih dan Ihsan bertasawwuf.Untuk pandangan teologis Ahlus Sunnah Wal Jamaah diwakili oleh mazhab al-Asyariah, dan al-Maturidiyah. Dalam fikih, ia memiliki framework 4 mazhab dominan, yaitu Hanafiah, Malikiah, Syafi’iah, dan Hanabilah. Adapun dalam tasawuff mengikuti pandangan Imam Junaid al-Bagdhadi dan Imam tiga model keilmuan Islam ini, Aswaja mampu berinteraksi dengan berbagai kondisi perubahan zaman. Hal ini didasarkan dengan latar belakang sikap keberagaman Aswaja yaitu sikap tawasshut moderat, tawazun keberimbangan.Dalam aspek teologis, moderasi sangat diperlukan. Pasalnya, pandangan ketuhanan yang bersifat metafisik, sering kali dijadikan pembenaran atas perilaku menyimpang. Pandangan teologis Aswaja bukan berarti memisahkan sebuah pandangan untuk kehidupan bersama di dunia. Pandangan ini didasari oleh pandangan mazhab al-Asyariah dan al-Maturidiyah dalam persoalan ilmu kalam. Yaitu posisi moderat antara pandangan antara kebebasan bertindak/ free will dengan keterkekangan tindakan al-Jabariyah the faith. Betapapun pentingnya aspek teologis, dalam kehidupan sehari-hari mu’amalah, muasyarah Aswaja lebih mengedepanan cara pandang fikih. Yaitu cara pandang yang bersifat akomodatif dan menyesuaikan dengan kondisi seperti apapun. Sebagaimana cara pandang ini tidak serta merta berbicara tentang hitam atau putih. Karena dari watak hukum itu sendiri yang beragam, bukan semata soal wajib/ larangan. Akan tetapi ada mubah, keislaman Aswaja ini salah satunya menyentuh aspek fikih yang dibangun oleh Imam al-Syafi’i. Di konteks masyarakat Islam Indonesia mazhab dominan adalah syafi’iyah. Salah satu ciri pandangan fikih Imam al-Syafi’i, adalah mendamaikan dua nash yang kontradiktif. Hal ini berangkat dari kaidah Nash itu satu dan karena itu tidak mungkin ia kontradiktif taarudh. Jika terjadi kontradiksi, maka itu ditataran pemahaman semata. Dan perlu usaha untuk men-jam’u keduanya, seandainya tidak mampu maka panjang cara berfikir ushul fikih al-Syafi’iyah ini terus dijaga sampai saat ini. Menurut Nashir Hamid Abu Zaid cara pandang al-Syafi’i ini menampilkan sikap eklektik. Dan sikap eklektisisme Islam ini yang nantinya diadopsi Gus Dur untuk melihat peran Islam ahlus sunnah wal Jamaah dalam berbagai aspek kehidupan. Ia tidak akan kehilangan identitas berfikihnya tanpa harus mengorbankan pihak lain. Dibidangaqidah atau tauhid dalam memurnikan iman kaum muslim supaya sesuai ajaran Rosul dan para sahabat, kita mesti mengikuti rumusan dari 2 Ulama Salaf yakni: Al-Asy'ari (Abu Hasan Ali Bin Isma'il Al-Asy'ari) terlahir di Basrah 260H/ 874M dan Meninggal dunia 324H/936M, Beliau masih dzuriah sahabat Rosul, Abu Musa Al-Asy'ari Ahlussunnah Waljama’ah merupakan akumulasi pemikiran keagamaan dalam berbagai bidang yang dihasilkan para ulama untuk menjawab persoalan yang muncul pada zaman tertentu. Karenanya, proses terbentuknya Ahlussunnah Waljama’ah sebagai suatu faham atau madzhab membutuhkan jangka waktu yang panjang. Seperti diketahui, pemikiran keagamaan dalam berbagai bidang, seperti ilmu Tauhid, Fiqih, atau Tasawuf terbentuk tidak dalam satu masa, tetapi muncul bertahap dan dalam waktu yang berbeda. Madzhab adalah metode memahami ajaran agama. Di dalam Islam ada berbagai macam madzhab, di antaranya; madzhab politik, seperti Khawarij, Syi’ah dan Ahlus Sunnah; madzhab kalam, contoh terpentingnya Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah; dan madzhab fiqh, misal yang utama adalah Malikiyah, Syafi’iyah, Hanafiyah dan Hanbaliyah, bisa juga ditambah dengan Syi’ah, Dhahiriyah dan Ibadiyah al-Mausu’ah al-Arabiyah al-Muyassaraah, 1965 97. Istilah Ahlussunah wal jama’ah terdiri dari tiga kata, "ahlun", "as-sunah" dan "al-jama’ah". Ketiga-tiganya merupakan satu kesatuan, bukan sesuatu yang tak terpisah-pisah. a. Ahlun Dalam kitab Al-Munjid fil-Lughah wal-A’alam, kata "ahl" mengandung dua makna, yakni selain bermakna keluarga dan kerabat, "ahl" juga dapat berarti pemeluk aliran atau pengikut madzhab, jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab sebagaimana tercantum pada Al-Qamus al-Muhith. Adapun dalam Al-Qur’an sendiri, sekurangnya ada tiga makna "ahl" pertama, "ahl" berarti keluarga, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 45 رَبِّ اِنَّ ابْنِى مِنْ أَهْلِى الهود 45 “Ya Allah sesungguhnya anakku adalah dari keluargaku”. Juga dalam surat Thoha ayat 132 وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَوةِ طه 132 “Suruhlah keluargamu untuk mengerjakan sholat” Kedua, "ahl" berarti penduduk, seperti dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-A’rof ayat 96. وَلَوْاَنَّ أَهْلَ اْلقُرَى ءَ امَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَاْللآَرْض الآعراف96 “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, maka kami bukakan atas mereka keberkahan dari langit dan bumi.” Ketiga, ahl berarti orang yang memiliki sesuatu disiplin ilmu; Ahli Sejarah, Ahli Kimia. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman surat An-Nahl ayat 43. فَسْئَلُوْاأَهْلَ الذِكْرِاِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ النحل 43 “Bertanyalah kamu sekalian kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. b. As-Sunnah Menurut Abul Baqa’ dalam kitab Kulliyyat secara bahasa, "as-sunnah" berarti jalan, sekalipun jalan itu tidak disukai. Arti lainnya, ath-thariqah, al-hadits, as-sirah, at-tabi’ah dan asy-syari’ah. Yakni, jalan atau sistem atau cara atau tradisi. Menurut istilah syara’, as-Sunnah ialah sebutan bagi jalan yang disukai dan dijalani dalam agama, sebagaimana dipraktekkan Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan ataupun persetujuan Nabi SAW. Maka dalam hal ini As-sunnah dibagi menjadi 3 macam. Pertama, As-sunnah al-Qauliyah yaitu sunnah Nabi yang berupa perkataan atau ucapan yang keluar dari lisan Rasulullah SAW Kedua, As-Sunnah Al-Fi’liyyah yakni sunnah Nabi yang berupa perbuatan dan pekerjaan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga, As-Sunnah at-Taqririyah yakni segala perkataan dan perbuatan shahabat yang didengar dan diketahui Nabi Muhammad SAW kemudian beliau diam tanda menyetujuinya. Lebih jauh lagi, as-sunnah juga memasukkan perbuatan, fatwa dan tradisi para Sahabat atsarus sahabah. c. Arti Kata Al-Jama’ah Menurut Al-Munjid, kata "al-jama’ah" berarti segala sesuatu yang terdiri dari tiga atau lebih. Dalam Al-Mu’jam al-Wasith, al-jama’ah adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Adapun pengertian "al-jama’ah" secara syara’ ialah kelompok mayoritas dalam golongan Islam. Dari pengertian etimologis di atas, maka makna Ahlussunnah wal jama’ah dalam sejarah Islam adalah golongan terbesar ummat Islam yang mengikuti sistem pemahaman Islam, baik dalam tauhid dan fiqih dengan mengutamakan dalil Al-Qur’an dan Hadits dari pada dalil akal. Hal itu, sebagaimana tercantum dalam sunnah Rasulullah SAW dan sunnah Khulafaurrasyidin RA. Istilah Ahlussunnah Waljama’ah dalam banyak hal serupa dengan istilah Ahlussunnah Waljama’ah Wal-atsar, Ahlulhadits Wassunnah, Ahlussunnah Wal-ashab al-Hadits, Ahlussunnah Wal-istiqamah, dan Ahlulhaqq Wassunnah. Untuk menguatkan hal-hal di atas terdapat beberapa hadits yang dapat dikemukakan misalnya, dalam kitab Faidlul Qadir juz II, lalu kitab Sunan Abi Daud juz. IV, kitab Sunan Tirmidzy juz V, kitab Sunan Ibnu Majah juz. II dan dalam kitab Al-Milal wan Nihal juz. I. Secara berurutan, teks dalam kitab-kitab tersebut, sebagai berikut عَنْ أَنَسٍ اِنَّ اُمَّتِى لاَتجَتْمَعُِ عَلىَ ضَلاَ لَةٍ, فَاءِذَا رَأَيْتُمْ اخْتِلاَ فًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ “Dari Anas sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat atas kesesatan, maka apabila kamu melihat perbedaan pendapat maka kamu ikuti golongan yang terbanyak.” فَاءِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَ فًا كَثِيْرًا, فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتىِ وَسُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ اْلمَهْدِبِيْنَ الرَّاشِدِيْنَ تَمَسَّكُوْابِهَا وَعَضُّوْاعَلَيْهَابِالنَّوَاجِذِ. رواه ابو داود “Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kamu setelah wafatku maka ia akan melihat perselisihan-perselisihan yang banyak, maka hendaknya kamu berpegangan dengan sunnahku dan sunnah Khufaur-rasyidin yang mendapat hidayat, peganglah sunnahku dan sunnah Khulafaur-rasyidin dengan kuat dan gigitlsh dengan geraham.” اِنَّ بَنِى اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّ قَتْ ثِنْنَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَ تَفْتَرِقُ أُمَّتىِ عَلَ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً, كُلُّهُمْ فىِالنَّارِ اِلأَّ مِلَّةً وَاحِدَ ةً, قَالُوْا وَمَنْ هِىَ يَا رَسُوْلُ اللهِ. قَالَ مَااَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى رواه الترمذى “Sesungguhnya Bani Israil pecah menjadi 72 golongan dan ummatku akan pecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan, mereka bertanya siapakah yang satu golongan itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab; mereka itu yang bersama aku dan sahabat-sahabatku.” عَنْ عَوْفٍ ابْنِ مَالِكٍ رَضِىاللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٍ فِىاْلجَنّاةِ وَثِفْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِىالنَّارِ, قِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ. مَنْ هُمْ ؟ قَالَ الجَمَاعَةُ. “Dari Shahabat Auf berkata; Rasulullah bersabda; Demi yang jiwa saya ditangan-Nya, benar-benar akan pecah ummatku menjadi 73 golongan, satu masuk surga dan 72 golongan masuk neraka, ditanya siapa yang di surga Rasulullah? Beliau menjawab; golongan mayoritas jama’ah. Dan yang dimaksud dengan golongan mayoritas mereka yang sesuai dengan sunnah para shahabat.” أَخْبَرَالنَّبِىُّ صلىاللهُ عليه وسلم سَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلىَ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً, النَّاجِيَةُ مِنْهَا وَاحِدَةٌ, وَاْلبَاقُوْنَ هَلْكَى, قِيْلَ وَمَنِ النَّاجِبَةُ ؟ قَالَ اَهْلُ السُّنَّةِ وَاْلحَمَاعَةِ, قِيْلَ وَمَنْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَاْلجَمَاعَةِ ؟ قَالَ مَا اَنَاعَلَيْهِ وَاَصْحَابِى اْلجَمَاعَةُ اْلمُوَفِقُوْنَ ِلجَمَاعَةِ الصَّحَابَةِ. رواه ابى ماجة. “Menyampaikan Rasulullah SAW akan pecah ummatku menjadi 73 golongan, yang selamat satu golongan, dan sisanya hancur, ditanya siapakah yang selamat Rasulullah? Beliau menjawab Ahlussunnah wal Jama’ah, beliau ditanya lagi apa maksud dari Ahlussunnah wal Jama’ah? Beliau menjawab; golongan yang mengikuti sunnahku dan sunnah shahabatku”. KH Nuril Huda Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama LDNU . 320 159 400 74 52 324 244 34

paham ahlussunnah waljamaah dalam bidang akidah menganut ajaran tauhid