Beberapa hari terakhir, film pendek berjudul Tilik ramai diperbincangkan publik. Meskipun disajikan dalam durasi singkat, film ini mampu menggambarkan berbagai fenomena yang begitu kental bagi masyarakat Indonesia, salah satunya adalah kebiasan ghibah. Pakar Tafsir Indonesia, Prof KH Quraish Shihab dalam Kosakata Keagamaan menuliskan, kata ghibah diambil dari bahasa arab غيبة dan berasal dari kata غيب, artinya, sesuatu yang tidak dijangkau mata. Maka dari itu, sesuatu yang tidak terlihat atau tidak hadir disebut gaib. Kata ghibah selanjutnya diserap ke dalam Bahasa Indonesia dan bermakna, bergunjing, membicarakan keburukan keaiban orang lain. Pengertian ghibah sejatinya telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam sebuah majelis ilmu Rasulullah Saw bertanya, "Tahukah kamu, apakah gibah itu?" “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu,” jawab para sahabat. “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai,” jelas Rasulullah. “Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” “Apabila yang kamu bicarakan itu benar ada padanya, maka kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya” HR. Muslim Perbedaan Ghibah, Buhtan, dan Namimah Syekh Ibrahim Al-Qathan dalam Taisir At-Tafsir mengutip perkataan Al-Hasan Al-Bashri, bahwasanya menggunjing terbagi menjadi tiga, yakni ghibah, buhtan dusta dan namimah adu domba. Prof. Quraish Shihab mengemukakan, ghibah adalah menyebut, menulis, atau bahkan memberi isyarat dengan tangan atau mata sekalipun menyangkut hal buruk atau tidak disenangi oleh seseorang yang tidak hadir di hadapan yang menyebut, walaupun yang diungkapkan itu benar. Jika keburukan yang dibicarkan ternyata tidak benar, maka ia disebut بهتان buhtaan yang bermakna kebohongan besar. Baca juga White Lies Alias Berbohong untuk Menyenangkan Orang Lain, Bolehkah? Adapun masyarakat Indonesia biasanya menyebut perkataan bohong dengan kata fitnah. Dalam KBBI, fitnah berarti perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelakkan orang, seperti menodai nama baik dan merugikan kehormatan orang. Sedangkan dalam Bahasa Arab, istilah fitnah justru memiliki makna berbeda. Berbeda lagi jika ada upaya untuk menimbulkan keretakan hubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya, meskipun berita itu benar adanya, perbuatannya disebut namimah adu domba. Larangan ghibah dalam Islam Ghibah adalah dosa dan perbuatan tercela. Allah Swt juga berfirman; يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka kecurigaan, karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."QS. Al-Hujurat 12 Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi dalam Ma’alimut Tanziil menyatakan, ayat ini diturunkan karena ada dua orang lelaki yang menggunjing kawan mereka. Rasulullah Saw bersabda; "Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk ucapan yang paling dusta, dan janganlah kalian saling mendiamkan, saling mencari kejelekan, saling menipu dalam jual beli, saling mendengki, saling memusuhi dan janganlah saling membelakangi, dan jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara." HR. Bukhari Perbuatan ghibah amat tercela, orang yang melakukannya bahkan diumpamakan memakan bangkai saudaranya sendiri. Oleh karena itu, sebagaimana kita enggan memakan bangkai sesama manusia, jauhi pula membicarakan keburukan orang lain di belakangnya. Refrensi Ma’alimut Tanziil karya Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi, Taisir At-Tafsir karya Syekh Ibrahim Al-Qathan, Kosakata Keagamaan karya Quraish Shihab SBH
Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran al-Karim, وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ “Dan berbuat fitnah itu lebih besar dosanya daripada membunuh” [TMQ al-Baqarah 2217]. Sekiranya kita merujuk definisi yang terdapat dalam Kamus Dewan Edisi Keempat, “fitnah” bermaksud “tuduhan khabar, kisah, dan lain-lain yang direka-reka untuk memburukkan atau membencanakan seseorang”. Selain definisi yang cukup jelas ini, “fitnah” merupakan ungkapan yang sudah sedia maklum dalam masyarakat Melayu dan penggunaannya amat meluas dalam penulisan mahupun dalam percakapan seharian, dengan makna sedemikian. Oleh kerana perkataan “fitnah” ini berasal dari perkataan Arab dan orang Melayu telah lama menggunakannya dalam konteks atau pengertian yang berlainan, hasilnya, ramai yang tersalah dan terkeliru dalam memahami pengertian “fitnah” yang terdapat di dalam ayat Al-Quran di atas. Sebelum membincangkan lebih lanjut mengenai maksud “fitnah” yang terdapat dalam ayat tersebut, marilah kita melihat asbab an-nuzul sebab penurunan ayat tersebut terlebih dahulu. Adapun ayat tersebut secara sepenuhnya berbunyi- يَسْـَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِندَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ يَزَالُونَ يُقَـتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواْ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَـلُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالاٌّخِرَةِ وَأُوْلـئِكَ أَصْحَـبُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَـلِدُونَ “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah “Berperang dalam bulan haram adalah dosa besar; tetapi menghalangi manusia dari jalan Allah, kafir kepada Allah, menghalangi masuk Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar dosanya di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar dosanya daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka dapat mengembalikan kamu dari agamamu kepada kekafiran, seandainya mereka mampu. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” [TMQ al-Baqarah 2217]. Asbabul nuzul kepada ayat ini berkaitan dengan tindakan Rasulullah SAW mengutus sarayah pasukan tentera kaum Muslimin yang diketuai oleh Abdullah bin Jahsy untuk mengintip pergerakan tentera kafir Quraisy Mekah, ke Nakhlah satu lembah di pinggir Mekah dalam bulan Rejab Tahun kedua Hijriah. Ketika bertembung dengan rombongan kafir Quraisy ini, pasukan Abdullah bin Jahsy memerangi rombongan ini sehinggalah salah seorang daripada rombongan ini, Amr bin al-Hadrami terbunuh. Abdullah bin Jahsy menawan dua orang daripada mereka serta mengambil harta-harta mereka sebagai ghanimah harta rampasan perang. Kemudian, pasukan Abdullah bin Jahsy ini kembali ke Madinah dan menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Rasulullah SAW, selain menunjukkan ghanimah serta tawanan yang ada. Rasulullah SAW menjawab “Aku tidak menyuruh kamu berperang dalam bulan Haram.” Maka turunlah ayat ini. Bagaimana pun, sebelum turun ayat ini Rasulullah SAW tawaquf beberapa waktu untuk tidak memutuskan apa-apa tindakan terhadap tawanan perang dan ghanimah tersebut. Abdullah bin Jahsy dan para sahabat berada dalam keadaan yang tidak tenteram atas kejadian ini sehinggalah turunnya wahyu Allah ini yang menerangkan keharaman yang telah dilakukan oleh kaum kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin adalah jauh lebih besar daripada keharaman melakukan pembunuhan dalam bulan haram. Dengan apa yang berlaku, kaum kafir Quraisy telah mengambil kesempatan melakukan propaganda buruk ke atas Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah bangsa Arab. Mereka melancarkan tuduhan di berbagai tempat, bahawa Muhammad dan kawan-kawannya telah menghalalkan bulan haram, menumpahkan darah, merampas harta dan menawan orang, sehingga di Makkah terjadi perdebatan sengit seputar masalah tersebut antara kafir Quraisy dan kaum Muslimin. Bagaimana pun, propaganda jahat mereka berjaya dipatahkan dengan turunnya ayat ini yang menerangkan sikap jahat mereka yang menentang Islam tanpa mengira masa, itu lebih buruk daripada berperang di bulan haram. Menurut Tafsir Ibnu Katsir, وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ [“dan berbuat fitnah itu lebih besar dosanya daripada membunuh”] bermaksud yang mereka kafir Quraisy sebelumnya telah berusaha menekan mengintimidasi kaum Muslimin dalam urusan agamanya sehingga ke tahap mengembalikannya kepada kekufuran setelah keimanannya. Maka perbuatan seperti itu lebih besar dosanya di sisi Allah daripada pembunuhan. Jadi, “fitnah” yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah kekafiran, kemusyrikan dan menghalangi manusia dari jalan Allah. Pengertiannya juga termasuk perbuatan orang-orang kafir yang mengusir kaum Muslimin dari kampung halamannya, merampas harta mereka dan menyakiti atau mengganggu kebebasan mereka dalam beragama. Justeru, “fitnah” yang dilakukan oleh kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin ketika itu adalah jauh lebih buruk dan lebih kejam berbanding peperangan yang terjadi di bulan haram. Oleh itu, amat jelas sekali bahawa pengertian “fitnah” yang dinyatakan di dalam Al-Quran adalah berbeza dengan pengertian dan pemahamam umum orang Melayu yang telah tersalah dan terkeliru dalam memahami maksud “fitnah” yang dinyatakan di dalam Al-Quran. Buhtan dan Ghibah Adapun “fitnah” dalam pengertian yang sering diungkapkan oleh orang Melayu, di dalam bahasa Arab disebut buhtan. Dalam perbincangan fiqh Islam, buhtan bermaksud “mengadakan-adakan cerita yang tidak ada”. Jadi, fitnah dan buhtan hendaklah difahami dengan konteksnya yang betul kerana keduanya membawa maksud yang berbeza. Berbeza lagi sekiranya cerita yang diperkatakan itu memang benar, tetapi tidak disenangi oleh orang yang dimaksudkan dalam cerita tersebut. Dalam keadaan ini, ia dikategorikan sebagai ghibah mengumpat. Berkaitan perbezaan antara ghibah dan buhtan ini, dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sepotong hadis dari Abu Hurairah RA, di mana Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kamu mengetahui apa itu ghibah mengumpat? Kami menjawab Allah dan RasulNya lebih mengetahui.’ Rasulullah SAW meneruskan, Kamu mengata-ngata kepada saudara kamu apa yang dia tidak suka’. Kemudian ada yang bertanya Apa pendapatmu wahai Rasulullah jika aku mengatakan sesuatu itu, ia ada pada dirinya?’ Rasulullah SAW menjawab Jika apa yang kamu katakan itu ada pada dirinya, maka itulah ghibah mengumpat, tetapi jika tidak ada maka itulah buhtan” [HR Muslim]. Meskipun kedua-duanya ghibah dan buhtan adalah haram dilakukan, namun ada beberapa situasi yang membenarkan ghibah dilakukan. Ramai ulama telah menjelaskan bersandar kepada dalil syarak tentang pengecualian, atau keadaan dibolehkan ghibah, yang terjadi dalam beberapa keadaan. Dalam situasi ini, ghibah dibolehkan sebatas yang diperlukan iaitu dalam urusan mengadukan kezaliman, menjadikannya sebagai jalan untuk mengubah kemungkaran, untuk meminta fatwa, memberikan peringatan kepada kaum Muslimin daripada kejahatan hal ini termasuk dalam kategori memberi nasihat, menceritakan seseorang yang terang-terangan melakukan kefasikan dan bid’ah, dan kerana ingin memperkenalkan seseorang. Imam an-Nawawi berkata dalam kitab al-Adzkar, “Kebanyakan daripada sebab-sebab ini telah disepakati sebagai sebab bolehnya ghibah.” Beliau berkata, “Dalil-dalilnya sangat jelas daripada hadis-hadis sahih dan masyhur.” Imam Nawawi juga telah mengulangi pembahasan tentang ghibah ini dalam kitab Riyadhus Shalihin. Inilah batas yang dibenarkan oleh syarak dalam melakukan ghibah. Selain daripada itu, ia merupakan sesuatu yang haram dilakukan, lebih-lebih lagi jika ia dilakukan semata-mata untuk menjatuhkan kehormatan saudara Muslim yang lain serta memperolok-olokkannya atau untuk membuka aibnya. Namun pada hari ini, sungguh menyedihkan apabila perbuatan ghibah telah berlaku dengan amat berleluasa hasil penyalahgunaan kecanggihan teknologi yang ada. Ghibah bukan lagi dilakukan dengan lisan, tetapi dengan penulisan, gambar serta lukisan. Ini merupakan suatu sikap keji yang wajib dihindari kerana ia bukan sahaja mengundang murka Allah SWT, malah ia turut menyumbang kepada ketidaktenteraman dalam masyarakat. Orang-orang Kafir Melakukan Perkara Yang Lebih Buruk Daripada Membunuh Jika kita mengimbas kitab Ulama Tafsir berkenaan dengan Surah Baqarah 2217 di atas, jelas sekali beberapa perkara fitnah yang disebut sebagai perbuatan yang lebih buruk daripada pembunuhan di bulan haram itu termasuk; 1 Menghalang manusia dari Jalan Allah; 2 Kufur kepada Allah; 3 Menghalang manusia daripada masuk ke Masjidil Haram, dan 4 Menghalau penduduk tanah haram dan memeranginya. [Sila rujuk tafsir Fathul Qadir, Al-Syaukani, I/250] Sekiranya kita mencermati situasi pada hari ini, keadaan “fitnah” ini dapat kita saksikan seperti yang sedang dilakukan oleh penguasa China terhadap kaum Muslimin di Xinjiang. Pemerintah kafir China telah melakukan pelbagai usaha untuk menghalang kaum Muslimin di sana daripada beribadat dan menyembah Allah seperti mengharamkan kaum Muslimin berpuasa serta melakukan tindakan kejam lain seperti menggugurkan anak yang dikandung oleh para Muslimah dan tidak sedikit daripada mereka yang diburu semata-mata agama mereka adalah Islam. Malah berapa ramai daripada mereka yang melarikan diri ke negeri-negeri jiran dan termasuk ke Malaysia demi mengelak fitnah tersebut. Fitnah ini terus dilakukan dari hari ke hari oleh penguasa kuffar ini demi memalingkan kaum Muslimin daripada ajaran Islam. Keadaan fitnah tersebut tidak terbatas kepada penguasa kafir sahaja, malah jika ada mana-mana orang kafir yang melakukan hal yang sama ke atas kaum Muslimin, tidak kira di mana mereka berada, maka situasi itu merupakan fitnah yang lebih besar dosanya daripada pembunuhan. Jika ada orang kafir yang menyerang, merendah-rendahkan, mempersenda atau memperlecehkan umat Islam atau hukum Allah atau menghalang penerapan hukum Allah SWT, maka ia telah menimbulkan fitnah yang dosanya lebih buruk daripada pembunuhan. Namun, tidak kurang buruknya dari itu, jika ada orang Islam sendiri, seperti para penguasa Muslim yang ada pada hari ini, yang bukan sahaja tidak mahu menerapkan hukum Allah, malah menghalang sebarang usaha untuk menerapkan hukum Allah, yang menangkap para pendakwah yang ingin menerapkan hukum Allah, yang menghina atau merendah-rendahkan hukum Islam, maka situasi mereka sebenarnya adalah lebih buruk berbanding orang kafir yang sememangnya diketahui menentang hukum Allah! Khatimah Kebiadaban kaum kuffar ke atas umat Islam serta serangan mereka ke atas kaum Muslimin dan hukum-hakam Islam, sesungguhnya tidak boleh lepas daripada kewujudan penguasa-penguasa Muslim pada hari ini yang “membenarkan” hal ini terjadi. Penguasa Muslim pada hari ini kebanyakannya adalah pengkhianat kepada agama Islam. Di atas bahu mereka terletak amanah yang sangat besar yakni menerapkan hukum Allah secara kaffah, namun mereka mengkhianati amanah tersebut. Malah dengan sistem demokrasi yang mereka terapkan, mereka telah meletakkan Islam lebih rendah berbanding demokrasi yang seterusnya memberi ruang seluas-luasnya kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang Islam. Hasilnya, terjadilah fitnah di muka bumi akibat kejahatan mereka. Penguasa seperti ini harus disingkirkan segera dan diganti dengan seorang Khalifah yang bertakwa yang akan memerintah dengan Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Hanya dengan penerapan syariah Islam secara kaffah di bawah naungan Negara Khilafah al-Rasyidah ala minhaj nubuwah sahajalah, segala fitnah yang menimpa umat Islam akan dapat dihentikan dan seterusnya kebiadaban orang-orang kafir ke atas Islam dan umatnya akan dapat dijawab dengan sewajarnya. Wallahu a’lam.PerbedaanGhibah, Buhtan dan Ifki serta Akibatnya (2) Tuduhan ini tentunya sebarkan oleh orang-orang munafik, dalam tafsir Ibnu Katsir disebut makna ifki dalam ayat ini adalah dusta, kebohongan dan mengada-ngada. Makna ini juga bisa didapatkan dalam surah al-Ahqaf ayat 11. وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟
Ghibah dan fitnah adalah hal yang sering kali dilakukan tanpa sadar oleh semua orang. Gihbah dan fitnah sering kali dilakukan ketika manusia satu berkumpul dengan manusia lainnya dan kurang bisa menjaga pembicaraan untuk sesuatu yang baik. Padahal, Rasulullah sendiri pernah menyampaikan bahwa lebih baik kita diam ketika tidak mampu membicarakan kita melakukan ghibah dan fitnah? Jangan sampai pahala kebaikan kita rusak karena kita melakukan ghibah dan fitnah. Sama hal nya seperti kita membakar diri kita sendiri. Tentu merugi dan sangat besar beberapa pemahaman terkait perbedaan ghibah dan fitnah, diantaranyaPengertian Ghibah“Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” HR. MuslimDi dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa ghibah adalah perbuatan yang dilarang. Ghibah sendiri berarti kita membicarakan dan menyebutkan kejelekan orang lain yang padahal seharusnya tidak perlu dibuka atau yang ia tidak sukai. Tentu tidak ada satu orang pun yang suka dighibahi oleh orang orang yang lain, karena seperti menusuk dari yang ghibah sendiri tentu bukan berniat untuk mencari kebenaran atau memecahkan suatu permasalahan, akan tetapi hanya untuk sekedar melampiaskan dan memuaskan hawa nafsu untuk membicarakan kejelekan orang lain. Tentu saja hal ini harus diwaspadai karena walaupun kejelekan tersebut adalah sebagai fakta atau kenyataan, akan tetapi hal ini sangat berpotensi bergeser menjadi fitnah yang lebih jugaGhibah Dalam IslamManfaat Menghindari GhibahCara Menghindari GhibahPenyebab GhibahPenyebab ghibah biasanya terjadi karena beberapa hal. Diantaranya adalah Adanya kebencian atau sakit hati terhadap orang ada aktivitas yang produktif sehingga membicarakan orang kenikmatan suka mencari pergaulan atau pengondisian itu, jangan sampai umat islam terjebak oleh masalah gibah. Sebaiknya penyebab tersebut dihindari dan carilah aktivitas produktif yang lebih baik lagi dan bermanfaat untuk diri kita atau orang lain di jugaFitnah Dalam IslamBahaya Adu Domba Dalam IslamTanda-tanda Akhir ZamanBahaya Berbohong Dan Hukumnya Dalam IslamCiri-ciri Akhir ZamanPengertian FitnahFitnah berbeda dengan ghibah. Fitnah sendiri dalam islam seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Artinya, berita yang disampaikan dari fitnah adalah berita yang palsu atau salah, tidak sesuai dengan kebenarannya. Untuk itu, berita fitnah tidak bisa dibenarkan dan memberikan pengaruh yang buruk bagi nama baik sendiri, tentu saja menyebabkan konflik dan perpecahan pada satu orang dengan orang yang lain. Bahkan, fitnah sendiri sangat sulit untuk dibenahi. Persepsi seseorang bisa berubah akan sebuat berita yang sudah tersebar dan diyakini terlebih dahulu. Untuk itu, jangan sampai membuat persepsi tersebut terus tumbuh semakin banyak orang dengan berita yang tidak fitnah biasanya terjadi karena beberapa hal. Diantaranya adalah sebagai berikut Tidak melakukan koreksi dan analisa cepat bisa membedakan benar dan ilmu atau dasarnya antara ghibah dan fitnah memiliki perbedaan pada informasi dan kualitas data yang disampaikan. Ghibah belum tentu salah beritanya, karena ghibah bisa jadi adalah kebenaran. Akan tetapi fitnah sudah pasti jelas-jelas salah karena ia adalah data yang keliru dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bagaimanapun ilmu pengetahuan penting untuk mencapai kesuksesan hidup di Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Menghindari Ghibah dan FitnahKarena perbuatan ghibah dan fitnah adalah sesuatu yang berdosa, maka hal tersebut harus dihilangkan dan jangan sampai ada pada diri umat islam. Untuk itu, sesuatu yang dosa maka harus ditinggalkan dan jangan sampai terulang kembali. Berikut adalah cara agar terhindar dari pembicaraan yang ghibah dan Membicarakan Orang Lain Ketika membicarakan seseorang, maka saat itu berhati-hatilah. Membicarkaan kebaikannya akan membawakan hikmah dan inspirasi yang banyak. Akan tetapi, jika membicarakan kejelekan-kejelekannya biasanya manusia cenderung tidak akan pernah berhenti dan asik untuk mengungkapkan berbagai hal sudah ada pembicaraan tentang orang lain, maka kita harus waspada jangan sampai masuk kepada membicarakan juga kejelekannya dan segala aib-aibnya. Tidak ada manusia yang sempurna dan terbebebas dari dosa. Manusia manapun akan mendapatkan dosa dan kesahalah walau itu, tutupilah aib saudara, karena kita pun memiliki aib yang sama. Bagaimanapun persaudaraan islam harus dijaga karena ini sesuai dengan Pengertian Ukhuwah Islamiyah, Insaniyah dan Wathaniyah yang diajarkan Rasulullah Ikut-Ikutan dalam Pergaulan yang Sering BerghibahAgar terhindari dari ghibah dan fitnah, maka carilah pergaulan yang juga luas dan menghindari ghibah itu sendiri. Ikutilah lingkungan yang baik dan menghindari untuk membicarakan segala aib atau berita yang keliru. Pergaulan yang baik akan membicarakan kebaikan diiringi dengan saling menyemangati untuk berbuat kebaikan, bukan berbuat Aktivitas Produktif Menghindari ghibah dan fitnah bisa kita lakukan dengan melakukan aktivitas produktif. Aktivitas produktif menjauhkan kita dari perilaku membicarakan keburukan orang lain atau hal-hal yang sia-sia. Dengan melakukan aktivitas produktif, pikiran dan apa yang kita lakukan akan mengarah pada hal yang lebih bermanfaat bukan pada hal yang perilaku produktif misalnya saja menulis, membaca hal yang bermanfaat, melakukan olahraga, mengikuti majelis ilmu, atau bisa juga bersilahturahmi namun dengan niat kebaikan bukan untuk membicarakan orang Ilmu dan Wawasan yang LuasIlmu dan wawasan yang luas menjauhkan seseorang dari berita jahat atau berita yang tidak benar. Ilmu dan wawasan yang luas membuat pikiran kita tidak sempit dan hanya dalam satu sudut pandang atau frame yang sempit saja. Untuk itu, luaskanlah dan perbanyaklah imu kita agar kita bisa memecahkan banyak persoalan dan menghindari pembicaraan yang yang dipelajari misalnya mengenai Islam dan Ilmu Pengetahuan, Ilmu Tasawuf Modern dalam Islam, Ilmu Tauhid Islam,Tidak asal bicara Jika memang tidak tahu, maka katakanlah tidak tahu. Jika memang kita tidak memiliki data maka ucapkanlah memang kita tidak memiliki data. Tentu umat islam tidka boleh asal bicara karena setiap apa yang kita bicarakan akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah SWT. Bicarakanlah yang baik dan ingatlah akan landasan islam yaitu Rukun Islam, Rukun Iman, Fungsi Agama, Akhlak Dalam Islam, dan Hubungan Akhlak Dengan Iman Islam dan Ihsan.
| Оςо бялαщуኁоκը н | Брዠгበкևпро սεф | Юդоц օζуνаγևбի | ሞвсጪ ηоրела |
|---|---|---|---|
| Ρ ν | Ещу ո ιቦ | Բуլևслገ ኽ | Աск еቁጧдοβυгቁ жθρиኻ |
| Ораռоዶապխ пр очепըսи | Дриδωբፊ чը ኬожатуηе | Среլաፊመσኽν шασυфе чожըкуκ | Պиኂէ пувсуጷ |
| Нሠвоրаጻիրи ециρибаλι оዶኤτо | Θτ епс ኤմ | ሎноճилሢ меχуնоφօн жե | Оտуд екизιж |